Kamis, Juli 22, 2010

Teori Komunikasi Manusia

Teori Komunikasi Manusia

Oleh : Jamal Arifansyah

  1. Teori Realitas Sosial dan Kebudayaan.

1. Teori Realitas Sosial

Manusia sebagai realitas sosial apabila di hubungkan dengan paradigma sosial wawasannya sangat luas. Paradigma realitas sosial adalah melihat gambaran yang mendasar mengenai realitas sosial menurut kaca mata ilmu sosial. Tingkatan kenyataan itu ada empat yaitu:

  1. Tingkat individual :

Tingkat ini menempatkan individu sebagai pusat perhatian untuk analisa. analisa ini di bagi menjadi dua bagian yaitu tingkat perilaku (behavioral) dan tingkat subjektif. Teori dasar dasar psikologi (sosial) yang mengkaji tingkat individu meliputi :

- Teori stimulus respons ini sebenarnya teori stimulus – organisme – respons (S-O-R) karena di akui adanya organisme antara stimulus dan respons. Tokoh teori ini adalah Watson yang menyatakan bahwa objektivitas perilaku individu hanya berlaku pada perilaku yang Nampak (overt). Setiap perilaku pada hakikatnya merupakan tangapan (respon) terhadap rangsang (stimulus) karena itu rangsang mempengaruhi tingkah laku atau bahkan menentukan tingkah laku.intervensi organisme terhadap stimulus rangsang, individu ini memiliki potensi berupa kognisi sosial, persepsi sosial, nilai dan konsep.

- Teori sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau menghadapi suatu rangsangan tertentu .

- Teori peran adalah beranggapan peranan seseorang itu merupakan hasil interaksi dari diri (self) dengan posisi (status dalam masyarakat) dan dengan peran ( menyakut norma dan nilai) dalam teori ini yang terpenting adalah actor (pelaku) dan target (sasaran) yang punya hubungan dengan actor.

- Teori medan ( field-theory) adalah berangapan bahwa kehidupan merupakan penentu dari perilaku seseorang kehidupan ini merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungannya.

- Teori yang mengkaji individu adalah psikoanalisa dari freud yang membedakan tiga sistem dalam hidup psikis yaitu id, ego, dan superego. istilah ini di kenal sebagai tiga “instansi “ yang menandai hidup psikis.

  1. Tingkat antar pribadi (interpersonal) :

Tingkat ini meliputi interaksi antar individu dengan semua arti yang berhubungan dengan kerjasama, konflik, adaptasi, negoisasi komunikasi simbolis dan hal lain yang menpunyai arti hubungan. tingkatan ini banyak di pelajari ahli sosiologi (interaksionisme simbolik). Teori ini di pelopori oleh George Herbert Mead (1863-1931) seorang professor dari Chicago. teori ini mempunyai implikasi sosial dan mempunyai ciri pemahaman khusus tentang perspektif. Teori ini muncul sebagai pandangan atas” realitas sosial”. teori ini banyak memperhatikan dimensi subjektif dimana kenyataan sosialnya yang muncul dari interaksi di lihat sebagai kenyataan yang di bangun dan bersifat simbolis, inilah yang membedakan kenyataan sosial dengan kenyataan fisik objektif. Teori ini memperhatikan dinamika interaksi tatap muka, saling kebergantungan yang erat antara konsep diri individu dengan kelompok kecil, negoisasi mengenai norma bersama dan peran individu , tetapi konsep pokoknya di uraikan melalui pengertian “self”,”mind”,”society” dan “action”. Diri(self) adalah nyata suatu proses sebagaimana objek sosial yang lain, diri(self) sebagai objek sosial terbentuk melalui interaksi dalam keluarga. “mind” (pikiran) adalah suatu kesadaran untuk memudahkan pemahaman.

  1. Tingkat struktur sosial

Tingkat ini bersifat abstrak analisanya di tunjukan pada pola tindakan, jaringan interaksi yang teratur dan seragam dalam waktu dan ruang, posisi sosial dan peran sosial. tingkat ini dapat pula menyangkut institusi sosial dan masyarakat secara umum/ keseluruhan.

  1. Tingkat budaya

Tingkat budaya dalam hal kenyataan sosial maksudnya meliputi arti symbol, norma ,dan pandangan hidup umumnya yang dimiliki oleh suatu anggota masyarakat. Sedangkan tingkat budaya itu sendiri memiliki arti melihat realitas sosial menurut perspektif budaya. Dan istilah Kebudayaan yaitu terdiri dari produk – produk tindakan dan interaksi manusia termasuk karya cipta manusia berupa materi atau non materi. Kebudayaan non materi adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengertian, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan kemampuan–kemampuan dan tatacara lainnya yang diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat. Menurut Sorokin bahwa kesatuan organis dari gajala budaya dan tingkat sosio – budaya dianalisa terpisah dari tingkah individu.

2. Teori Kebudayaan

Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan kehidupannya melalui penggarapan lingkungan alam dan memelihara keseimbangannya dengan dunia supranatural. Gagasan kebudayaan, baik sebagai sistem kognitif maupun sebagai sistem struktural, bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yang mengandung semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindak sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga masyarakatnya.

  1. Teori Pengalaman dan Teori Interpretasi ( Phenomenology dan Hermeneutic)
    1. Teori Pengalaman ( Phenomenology )

Hakekatnya prinsip fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian, yaitu dunia intersubyektif (dunia kehidupan). Fenomenologi bertujuan mengetahui bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita dan orang lain sebagai sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk merekonstruksi kembali turunan makna (makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna pada komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial. (Rini Sudarmanti, 2005). Dalam fenomenologi, setiap individu secara sadar mengalami sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada yang pada kemudian menjadi pengalaman yang senantiasa akan dikonstruksi menjadi bahan untuk sebuah tindakan yang beramakna dalam kehidupan sosialnya. Manakala berbicara sesuatu yang dikonstruksi, tidak terlepas dari interpretasi pengalaman di dalam waktu sebelumnya. Interpretasi itu sendiri berjalan dengan ketersediaan dari pengetahuan yang dimiliki. Namun demikian, sebagai mana proses interpretasi, harus diperhatikan kemampuan menangkap lebih jauh atau melihat sesuatu lebih jauh (seeing beyond) dalam fenomena yang sedang dikonstruksi itu.

Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep kunci yang intersubyektif. Karena itu, menurut Kuswarno “…penelitian fenomenologis harus berupaya untuk menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala…”.

    1. Teori Interpretrasi ( Hermeneutic )

Sebagai salah seorang tokoh filsafat yang memusatkan perhatiannya pada hermeneutika, Paul Ricoeur berpandangan bahwa hermeneutika merupakan suatu teori mengenai aturan-aturan penafsiran terhadap suatu teks atau sekumpulan tanda maupun simbol yang dipandangnya atau dikelompokkan sebagai teks juga. Ricoeur menganggap bahwa tidak ada pengetahuan langsung tentang diri sendiri, oleh sebab itu pengetahuan tentang diri sesungguhnya hanya diperoleh melalui kegiatan penafsiran. Melalui kegiatan ini, setiap hal yang melekat pada diri (yang bisa dianggap sebagai teks) harus dicari makna yang sesungguhnya/objektif agar dapat diperoleh suatu kebenaran (pengetahuan) yang hakiki tentang diri tersebut.

Hermeneutika bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui dalam suatu teks. Penggalian tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal, melainkan temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran mutlak dan tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal. Dalam pengertian kontekstual, seorang interpreter dituntut untuk menerapkan hermeneutika yang kritis agar selalu kontekstual. Dalam konteks ini, barangkali interpreter perlu menyadari bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi teks pada dasarnya bersifat dinamis. Sementara itu, dalam pengertian bahwa makna hasil dari interpretasi tidak selalu tunggal mengandung pengertian bahwa suatu teks akan memiliki makna yang berbeda ketika dihubungkan dengan konteks yang lainnya, sehingga akan membuat pengkayaan interpretasi dan makna.

Hermeneutika tidak dimaksudkan untuk mencari kesamaan antara maksud pembuat pesan dan penafsir. Melainkan menginterpretasi makna dan pesan seobjektif mungkin sesuai dengan yang diinginkan teks yang dikaitan dengan konteks. Seleksi atas hal-hal di luar teks harus selalu berada dalam petunjuk teks. Suatu interpretasi harus selalu berpijak pada teks. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses penafsiran selalu merupakan dialog antara teks dan penafsir.

KESIMPULAN

Manusia sebagai realitas sosial apabila di hubungkan dengan paradigma sosial wawasannya sangat luas. Paradigma realitas sosial adalah melihat gambaran yang mendasar mengenai realitas sosial menurut kaca mata ilmu sosial. Tingkatan kenyataan itu ada empat yaitu: Tingkat individual, Tingkat antar pribadi (interpersonal), Tingkat struktur social, tingkat budaya. Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan kehidupannya melalui penggarapan lingkungan alam dan memelihara keseimbangannya dengan dunia supranatural.

Hakekatnya prinsip fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian, dunia intersubyektif (dunia kehidupan). Fenomenologi bertujuan mengetahui bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita dan orang lain sebagai sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk merekonstruksi kembali turunan makna (makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna pada komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial. Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Untuk Melakukan pemahaman terhadap fenomena melalui fenomenologi, mempertimbangkan mengetahui dua aspek penting yang biasa disebut dengan “logos”nya fenomenologi, yakni ‘intentionality’ dan ‘bracketing’.

Hermeneutika bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui dalam suatu teks. Penggalian tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal, melainkan temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran mutlak dan tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal.

DAFTAR PUSTAKA

- Alam, Bachtiar. “Konsep kebudayaan dewasa ini: Seputar pertanyaan mengenai kontruksi budaya, esensialisme dan kekuasaan”. Makalah Pengantar Ceramah Umum di Program S3 FIB UI September 2008.

- Haryatmoko, 2000, Hermeneutika Paul Riceour, dalam majalah BASIS, edisi 05-06 tahun ke 49 Mei-Juni 2000, Yogyakarta: Kanisius.

- Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar